Pages

Saturday, March 1, 2014

PROGRAM KERJA PERMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

Pemberdayaan Kaum Pedagang Kaki Lima dan Strategi Penanggulangannya Berdasarkan Prinsip-prinsip Demokrasi
Bab I
1.1  Latar Belakang
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) memang tidak dapat ditepis. Dan hampir setiap negara yang ada di dunia ini menghadapi problem PKL. Di negara semaju Amerika dan negara-negara Eropa pun tidak luput dari geliat PKL, termasuk di Ibu Kota Jakarta, keberadaan PKL pun telah memenuhi pinggir-pinggir jalan kota.
Melihat perkembangan yang kian maju, adanya kehadiran PKL akan memunculkan persoalan baru bagi pemerintah setempat. Apalagi yang dihadapi dalam permasalahan PKL adalah penempatan stand berdagang yang tepat. Tentu saja yang dimaksud penataan kios-kios dagang yang tak memilik ijin berjualan dipinggir jalan.
Selama ini, keberadaan PKL masih kurang mendapatkan perhatian pemerintah setempat. Itu sebabnya, perlindungan hukum dengan merancang perda penertiban dan pemberdayaan PKL sangat diperlukan. Tak jarang ditemukan perlakuan yang diterima oleh pedagang kaki lima ini tidak manusiawi oleh aparat keamanan. Motifnya menjaga kebersihan dan keindahan kota, tetapi bukan berarti para pedagang ini diperlakukan semena-mena. Tetap saja mereka adalah warga negara Indonesia. Mereka adalah rakyat yang memiliki hak dan martabat yang sama untuk mencari nafkah. Merusak barang dagangan sering ditemukan ketika melakukan penertiban ini. Namun tetap saja, pemerintah belum mampu menemukan solusi yang tepat dalam memberdayakan dan menanggulangi para pedagang kaki lima ini.
Ruang lingkup pembahasan ini adalah peran serta pemerintah dalam memberdayakan serta membuat strategi penanggulangan pedagang kaki lima, di mana pedagang kaki lima adalah warga negara yang memiliki hak yang sama sebagaimana masyarakat demokratis.
Tujuan dari tulisan ini adalah memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Kewarganeraan sebagaimana telah ditentukan untuk bisa mengikuti ujian akhir semester dan juga tidak lepas dari kepedulian penulis selama melakukan pengambilan gambar sebagai apresiasi bagi para pejuang pencari nafkah (pedagang kaki lima).
Bab II
Landasan Teori
2.1. Konsep
Dalam pembahasan tulisan ini digunakan beberapa konsep sebagaimana judul yang diangkat pemberdayaan pedagang kaki lima dan strategi penanggulangannya berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.
2.1.1.      Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Istilah demokrasi sendiri berasal dari kata Latin, yaitu Demos yang berarti rakyat dan Kratos yang berarti pemerintahan, sehingga sering juga diasosiasikan sebagai pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat.Demokrasi adalah tatanan kenegaraan di mana kedaulatan berada di tangan rakyat dan mempercayakan kekuasaan negara kepada penyelenggara negara untuk melayani rakyat. Selama penyelenggara menggunakan kekuasaan negara untuk melayani rakyat sesuai dengan kehendak rakyat, selama itu pula rakyat mempercayai penyelenggara negara. Tetapi pada saat penyelenggara negara mengikari kepercayaan tersebut, rakyat akan menjatuhkan mereka dan memilih yang lain menjadi penggantinya.
2.1.2.      Undang-Undang Dasar 1945 Bab X tentang warga negara dan pendudukan
Dalam pasal 27 ayat 2 mengatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya, rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan penghidupan yang layak dengan melakukan pekerjaan guna kelangsungan hidupnya dalam tatanan negara Indonesia.
Pasal 28A UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia mengatakan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Hal ini jelas, bahwa setiap warga negara Indonesia yang hidup di tanah Indonesia ini memiliki hak dan kesempatan yang sama, kebebasan, hak hidup, hak memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa di usik oleh pihak lain termasuk pemerintah sendiri, karena pemerintah adalah penyelenggara negara atas daulat rakyat.
Bab III
Pembahasan
3.1. Pedagang kaki lima sebagai rakyat yang berdaulat
Demokrasi sebagaimana berlaku secara universal adalah rakyat mengendalikan negara. Kekuasaan dan kedaulatan ada di tangan rakyat. Hal demikian seharusnya dapat tercermin pada sistem pergaulan hidup rakyat Indonesia yang juga menganut demokrasi. Pada kenyataannya kedaulatan yang dimiliki oleh rakyat tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena ketidakcakapan administrasi dan rendahnya pendidikan mengakibatkan ketidaktahuan mengendalikan kekuasaan negara yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pedagang kaki lima adalah rakyat. Mereka adalah orang yang dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Pedagang kaki lima pada umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas pedagang kaki lima hanya terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Namun, mereka tetap disebut warga negara yang berkebangsaan Indonesia, sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama atas hak hidup dan kehidupan yang layak.
Tetapi kondisi semacam inilah yang menjadi persoalan, di mana hak pedagang kaki lima dirampas dengan pledoi mengganggu ketertiban, mengotori dan merusak keindahan kota. Pertanyaannya adalah bagaimana tidak pedagang kaki lima melakukan hal demikian, karena usaha produksi mereka kalah mati dengan keberadaan Mall, Carefour, Alfamart, Indomaret, dan Hypermart. Pedagang kaki lima muncul karena persaingan yang ketat dengan para kapitalis. Akhirnya mereka memilih berdagang atau berjualan di pinggir jalan karena lokasi yang tidak ada, di mana Mall dan carefoour telah berdiri serta dagangan mereka bisa dilirik orang. Sehingga tempat untuk mereka tidak ada. Jika berbicara soal demokrasi, maka di mana keadilan sebuah demokrasi bagi para pedagang kaki lima ini? Mereka malahan lebih sering digusur dengan paksa hingga tindak kekerasaan. Mereka hanyalah rakyat biasa yang juga mencari makan untuk kelangsungan hidup mereka. Seharusnya rakyat-rakyat kecil inilah yang menjadi prioritas untuk ditangani lebih intensif karena mereka bukan tidak berusaha tetapi ketidakadanya kesempatan lahan menjadikan mereka ditindas oleh penyelenggara negara yang telah mereka percayai.
Kasus PKL ini menjadi bukti nyata bagi masyarakat Indonesia, apakah negara Indonesia adalah negara yang demokratis sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianutnya? Seharusnya negara tidak boleh tinggal diam melihat realitas ini karena negara lah yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyatnya. Sesuai dengan kontrak sosial terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia “….serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rakyat telah memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengendalikan negara, semestinya negara mampu menjalankan daulat rakyat tesebut demi menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat termasuk para PKL ini.

3.2. Peran Pemerintah dalam pemberdayaan Pedagang kaki lima
Sekarang, pertanyaannya adalah apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah untuk pedagang kaki lima? Hingga saat ini pedagang kaki lima semakin membludak tidak terurus. Di setiap sudut kota dan di depan toko-toko besar mereka berserakan. Saat ini melihat kinerja pemerintah sangat menyedihkan. Pemerintah tidak mampu melakukan sesuatu untuk menyelesaikan dilema PKL. Pemerintah semestinya bertanggung jawab dan berwenang untuk merumuskan dan melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk. Dalam hal ini pemerintah bertindak atas nama negara sebagai penerima daulat dari rakyat untuk menyelenggarakan kekuasaan dan menciptakan kebijakan kearah tecapainya tujuan-tujuan masyarakat.[3] Tetapi hal itu belum terealisasi.
Di lain pihak peran pemerintah yang muncul melakukan penggusuran yang dilandaskan retorika ketertiban dan keamanan. Inilah hard shock PKL yang secara kasat mata memunculkan tragedy kemanusiaan. Muncul pungutan-pungutan yang dilakukan oknum-oknum pemerintah yang tak diimbangi terselenggaranya perlindungan dan ancaman pemusnahan.
Dalam pasal pasal 27 ayat 2 mengatakan, tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jadi jelas tertulis PKL ini memiliki hak yang sama terhadap pekerjaan yang dikerjakan tanpa diganggu gugat oleh siapapun termasuk pemerintah.
Potret realitas yang kontras ini ternyata kehadirannya bener-bener merefleksikan adanya irasionalitas hubungan antara pemerintah dengan masyarakat kecil seperti PKL ini. Dalam konteks realitasnya PKL menjadi kelompok yang losser, yakni pihak yang dikalahkan. Disadari atau tidak pemerintah dikatan gagal mengemban daulat rakyat dalam menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera.
Peran pemerintah sangat rentan dalam menghadapi masalah ini. Pemerintah harus memikirkan dan memberikan solusi yang jelas dan konkret serta kebijakan yang adil dalam menyelesaikan persoalan PKL ini.
3.3. Pemberdayaan dan strategi penanggulangan Pedagang kaki lima

Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia di mana martabat melekat di dalam kehidupannya, baik secara pribadi maupun berbangsa dan bernegara. Di dalamnya juga tidak luput dari hak asasi manusia yakni, hak hidup, hak untuk bebas, hak untuk sejatera dan hak untuk bahagia.
Pedagang kaki lima juga memiliki hal demikian karena ia adalah manusia yang memiliki martabat dan hak yang sama. Untuk itu pemerintah seharusnya memberikan solusi dan strategi penanggulangan bagi pedagang kaki lima ini agar dapat menghirup udara segar tanpa diburu rasa ketidaktenangan karena penggusuran.
Sama seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura terhadap pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima ini terbukti efektif dan terkordinir. Singapura diakui sebagai negara yang bersih dan jauh dari pedagang kaki lima liar. Pedangan kaki lima di sana mendapat perhatian khusus dari pemerintahnya dan sangat terkoordinasi.
Hal ini menunjukan tidak ada sulit untuk menuntaskan persoalan pedagang kaki lima ini jika pemerintah serius menanganinya.
Strategi pemberdayaan dan penanggulangannya:
Pemerintah pusat atau pun pemerintah kota setempat melakukan suatu koordinasi dan kerjasama dalam membuat atau merumuskan suatu kebijakan pemberdayaan dan penanggulangan pedagang kaki lima. Artinya ada aturan dan langkah-langkah yang ditempuh sehingga dapat terealisasi.
Pertama, pemerintah melakukan pendataan terhadap para pedagang kaki lima. Misalnya kota Jakarta, pemerintah kotanya yang melakukan pendataan langsung hingga persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para PKL ini. Setelah dilakukan pendataan maka langkah selanjutnya pemerintah kota tersebut bersinergis dengan pemerintah pusat melakukan pengelompokkan-pengelompokkan untuk dibina dan diberi pelatihan dan pembelajaran dalam ilmu-ilmu pengelolaan barang dagangan.
Kedua, setelah pengelompokkan selesai maka pemerintah bekerjasama dengan pihak-pihak transmigrasi untuk menyebarkan para pedagang kaki lima ini ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Dengan bekal pelatihan dan bimbingan selama di pembinaan, para pedagang kaki lima bisa mampu survive tanpa menumpuk di Jakarta atau di kota-kota besar yang sudah padat penduduknya.
Ketiga, pemerintah juga membuat anggaran untuk melakukan pembinaan ini di mana para pedagang kaki lima ini di modali sesuai dengan standar yang diberikan oleh pemerintah sendiri.
Dengan demikian para PKL bisa ditertibkan dan mendapat penghidupan yang layak serta hak yang sama untuk hidup dan sejahtera.
Bab IV
Penutup
4.1. Kesimpulan
Demokrasi adalah pemerintah oleh semua dan untuk kepentingan semua. Semua warganegara termasuk kaum miskin, kaum minoritas, pedagang kaki lima, yang cacat sekalipun memiliki hak dan martabat yang sama terhadap jalannya sebuah negara demokrasi.
Pemberlakuan keadilan yang sama dan merata bagi seluruh warga negara menjadi suatu amanat agung yang harus dijalankan oleh pemerintah yang bertindak sebagai penyelenggara negara.
Rakyat mengendalikan negara menjadi otoritas dan kedaulatan tertinggi yang dimiliki oleh setiap manusia demokrasi, sehingga tidak ada alasan mendapat perlakukan irasional termasuk dari pemerintahnya sendiri.
Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab atas kesejahteraan dan kehidupan yang layak terhadap para pedagang kaki lima serta menjadi benteng bagi persoalan-persoalan yang meraka hadapi dengan memberikan solusi-solusi konkret bukan hanya bualan dan janji-janji semata.
4.2. Saran
Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi warga negaranya, khususnya persoalan hidup dan penghidupan yang layak dan terjamin keamanannya.
Pemerintah diharapkan memberi perhatian khusus terhadap para pedagang kaki lima guna memenuhi tanggung jawab dan hak mereka seperti yang diatur dalam undang-undang dasar.
Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait dalam melaksanakan pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima ini untuk dibina dan diberdayakan.
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Panjaitan, Merphin, 2011, Logika Demokrasi:Rakyat Mengendalikan Negara, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
Suhelmi, Ahmad, 2001,  Pemikiran Politik Barat, Jakarta, Penerbit  PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Republik Indonesia,
-          Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
-          Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 tentang Warga Negara dan Pendudukan
-          Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A tentang Hak Asasi Manusia


  1. Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta, Gramedia, 2001), halm.295
  2. Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi:Rakyat Mengendalikan Negara, (Jakarta, Gramedia, 2010)halm.2
  3. Prof.Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2008;Hal.54

0 comments:

star

Search This Blog