Pemberdayaan Kaum Pedagang Kaki Lima dan Strategi
Penanggulangannya Berdasarkan Prinsip-prinsip Demokrasi
Bab I
1.1 Latar Belakang
Keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) memang tidak dapat
ditepis. Dan hampir setiap negara yang ada di dunia ini menghadapi problem PKL.
Di negara semaju Amerika dan negara-negara Eropa pun tidak luput dari geliat
PKL, termasuk di Ibu Kota Jakarta, keberadaan PKL pun telah memenuhi
pinggir-pinggir jalan kota.
Melihat perkembangan yang kian maju, adanya kehadiran PKL akan memunculkan persoalan baru bagi pemerintah setempat. Apalagi yang dihadapi dalam permasalahan PKL adalah penempatan stand berdagang yang tepat. Tentu saja yang dimaksud penataan kios-kios dagang yang tak memilik ijin berjualan dipinggir jalan.
Melihat perkembangan yang kian maju, adanya kehadiran PKL akan memunculkan persoalan baru bagi pemerintah setempat. Apalagi yang dihadapi dalam permasalahan PKL adalah penempatan stand berdagang yang tepat. Tentu saja yang dimaksud penataan kios-kios dagang yang tak memilik ijin berjualan dipinggir jalan.
Selama ini, keberadaan PKL masih kurang mendapatkan
perhatian pemerintah setempat. Itu sebabnya, perlindungan hukum dengan
merancang perda penertiban dan pemberdayaan PKL sangat diperlukan. Tak jarang
ditemukan perlakuan yang diterima oleh pedagang kaki lima ini tidak manusiawi
oleh aparat keamanan. Motifnya menjaga kebersihan dan keindahan kota, tetapi
bukan berarti para pedagang ini diperlakukan semena-mena. Tetap saja mereka
adalah warga negara Indonesia. Mereka adalah rakyat yang memiliki hak dan
martabat yang sama untuk mencari nafkah. Merusak barang dagangan sering
ditemukan ketika melakukan penertiban ini. Namun tetap saja, pemerintah belum
mampu menemukan solusi yang tepat dalam memberdayakan dan menanggulangi para
pedagang kaki lima ini.
Ruang lingkup pembahasan ini adalah peran serta pemerintah
dalam memberdayakan serta membuat strategi penanggulangan pedagang kaki lima,
di mana pedagang kaki lima adalah warga negara yang memiliki hak yang sama
sebagaimana masyarakat demokratis.
Tujuan dari tulisan ini adalah memenuhi tugas Mata Kuliah
Pendidikan Kewarganeraan sebagaimana telah ditentukan untuk bisa mengikuti
ujian akhir semester dan juga tidak lepas dari kepedulian penulis selama
melakukan pengambilan gambar sebagai apresiasi bagi para pejuang pencari nafkah
(pedagang kaki lima).
Bab II
Landasan Teori
2.1. Konsep
Dalam pembahasan tulisan ini digunakan beberapa konsep
sebagaimana judul yang diangkat pemberdayaan pedagang kaki lima dan strategi
penanggulangannya berdasarkan prinsip-prinsip demokrasi.
2.1.1. Konsep Demokrasi
Demokrasi adalah keadaan negara di mana kedaulatan atau
kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Istilah demokrasi sendiri berasal
dari kata Latin, yaitu Demos yang berarti rakyat dan Kratos yang
berarti pemerintahan, sehingga sering juga diasosiasikan sebagai pemerintahan
dari, oleh dan untuk rakyat.Demokrasi adalah tatanan kenegaraan di mana kedaulatan berada di tangan rakyat
dan mempercayakan kekuasaan negara kepada penyelenggara negara untuk melayani
rakyat. Selama penyelenggara menggunakan kekuasaan negara untuk melayani rakyat
sesuai dengan kehendak rakyat, selama itu pula rakyat mempercayai penyelenggara
negara. Tetapi pada saat penyelenggara negara mengikari kepercayaan tersebut,
rakyat akan menjatuhkan mereka dan memilih yang lain menjadi penggantinya.
2.1.2. Undang-Undang Dasar
1945 Bab X tentang warga negara dan pendudukan
Dalam pasal 27 ayat 2 mengatakan, tiap-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Artinya,
rakyat memiliki kesempatan yang sama dalam mendapatkan penghidupan yang layak
dengan melakukan pekerjaan guna kelangsungan hidupnya dalam tatanan negara
Indonesia.
Pasal 28A UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia
mengatakan, setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup
dan kehidupannya. Hal ini jelas, bahwa setiap warga negara Indonesia yang
hidup di tanah Indonesia ini memiliki hak dan kesempatan yang sama, kebebasan,
hak hidup, hak memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa di usik oleh
pihak lain termasuk pemerintah sendiri, karena pemerintah adalah penyelenggara
negara atas daulat rakyat.
Bab III
Pembahasan
3.1. Pedagang kaki lima sebagai rakyat yang berdaulat
Demokrasi sebagaimana berlaku secara universal adalah rakyat
mengendalikan negara. Kekuasaan dan kedaulatan ada di tangan rakyat. Hal
demikian seharusnya dapat tercermin pada sistem pergaulan hidup rakyat
Indonesia yang juga menganut demokrasi. Pada kenyataannya kedaulatan yang
dimiliki oleh rakyat tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena ketidakcakapan
administrasi dan rendahnya pendidikan mengakibatkan ketidaktahuan mengendalikan
kekuasaan negara yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.
Pedagang kaki lima adalah rakyat. Mereka adalah orang yang
dengan modal yang relatif sedikit berusaha di bidang produksi dan penjualan
barang-barang (jasa-jasa) untuk memenuhi kebutuhan kelompok tertentu di dalam
masyarakat, usaha tersebut dilaksanakan pada tempat-tempat yang dianggap
strategis dalam suasana lingkungan yang informal. Pedagang kaki lima pada
umumnya adalah self-employed, artinya mayoritas pedagang kaki lima hanya
terdiri dari satu tenaga kerja. Modal yang dimiliki relatif tidak terlalu
besar, dan terbagi atas modal tetap, berupa peralatan, dan modal kerja. Namun,
mereka tetap disebut warga negara yang berkebangsaan Indonesia, sebagaimana
tercantum dalam UUD 1945 pasal 28 mereka memiliki hak dan kesempatan yang sama
atas hak hidup dan kehidupan yang layak.
Tetapi kondisi semacam inilah yang menjadi persoalan, di
mana hak pedagang kaki lima dirampas dengan pledoi mengganggu ketertiban,
mengotori dan merusak keindahan kota. Pertanyaannya adalah bagaimana tidak
pedagang kaki lima melakukan hal demikian, karena usaha produksi mereka kalah
mati dengan keberadaan Mall, Carefour, Alfamart, Indomaret, dan Hypermart.
Pedagang kaki lima muncul karena persaingan yang ketat dengan para kapitalis.
Akhirnya mereka memilih berdagang atau berjualan di pinggir jalan karena lokasi
yang tidak ada, di mana Mall dan carefoour telah berdiri serta dagangan mereka
bisa dilirik orang. Sehingga tempat untuk mereka tidak ada. Jika berbicara soal
demokrasi, maka di mana keadilan sebuah demokrasi bagi para pedagang kaki lima
ini? Mereka malahan lebih sering digusur dengan paksa hingga tindak kekerasaan.
Mereka hanyalah rakyat biasa yang juga mencari makan untuk kelangsungan hidup
mereka. Seharusnya rakyat-rakyat kecil inilah yang menjadi prioritas untuk
ditangani lebih intensif karena mereka bukan tidak berusaha tetapi
ketidakadanya kesempatan lahan menjadikan mereka ditindas oleh penyelenggara
negara yang telah mereka percayai.
Kasus PKL ini menjadi bukti nyata bagi masyarakat Indonesia,
apakah negara Indonesia adalah negara yang demokratis sesuai dengan
prinsip-prinsip yang dianutnya? Seharusnya negara tidak boleh tinggal diam
melihat realitas ini karena negara lah yang bertanggung jawab terhadap
kesejahteraan rakyatnya. Sesuai dengan kontrak sosial terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia “….serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Rakyat telah memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk
mengendalikan negara, semestinya negara mampu menjalankan daulat rakyat tesebut
demi menciptakan keadilan sosial bagi masyarakat termasuk para PKL ini.
3.2. Peran Pemerintah dalam pemberdayaan Pedagang kaki lima
Sekarang, pertanyaannya adalah apa yang sudah dilakukan oleh
pemerintah untuk pedagang kaki lima? Hingga saat ini pedagang kaki lima semakin
membludak tidak terurus. Di setiap sudut kota dan di depan toko-toko besar
mereka berserakan. Saat ini melihat kinerja pemerintah sangat menyedihkan.
Pemerintah tidak mampu melakukan sesuatu untuk menyelesaikan dilema PKL.
Pemerintah semestinya bertanggung jawab dan berwenang untuk merumuskan dan
melaksanakan keputusan-keputusan yang mengikat bagi seluruh penduduk. Dalam hal
ini pemerintah bertindak atas nama negara sebagai penerima daulat dari rakyat
untuk menyelenggarakan kekuasaan dan menciptakan kebijakan kearah tecapainya
tujuan-tujuan masyarakat.[3]
Tetapi hal itu belum terealisasi.
Di lain pihak peran pemerintah yang muncul melakukan
penggusuran yang dilandaskan retorika ketertiban dan keamanan. Inilah hard
shock PKL yang secara kasat mata memunculkan tragedy kemanusiaan. Muncul
pungutan-pungutan yang dilakukan oknum-oknum pemerintah yang tak diimbangi
terselenggaranya perlindungan dan ancaman pemusnahan.
Dalam pasal pasal 27 ayat 2 mengatakan, tiap-tiap warga
negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Jadi
jelas tertulis PKL ini memiliki hak yang sama terhadap pekerjaan yang
dikerjakan tanpa diganggu gugat oleh siapapun termasuk pemerintah.
Potret realitas yang kontras ini ternyata kehadirannya
bener-bener merefleksikan adanya irasionalitas hubungan antara pemerintah
dengan masyarakat kecil seperti PKL ini. Dalam konteks realitasnya PKL menjadi
kelompok yang losser, yakni pihak yang dikalahkan. Disadari atau tidak
pemerintah dikatan gagal mengemban daulat rakyat dalam menciptakan masyarakat
yang adil dan sejahtera.
Peran pemerintah sangat rentan dalam menghadapi masalah ini.
Pemerintah harus memikirkan dan memberikan solusi yang jelas dan konkret serta
kebijakan yang adil dalam menyelesaikan persoalan PKL ini.
3.3. Pemberdayaan dan strategi penanggulangan Pedagang kaki
lima
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang mulia di mana martabat
melekat di dalam kehidupannya, baik secara pribadi maupun berbangsa dan
bernegara. Di dalamnya juga tidak luput dari hak asasi manusia yakni, hak
hidup, hak untuk bebas, hak untuk sejatera dan hak untuk bahagia.
Pedagang kaki lima juga memiliki hal demikian karena ia
adalah manusia yang memiliki martabat dan hak yang sama. Untuk itu pemerintah
seharusnya memberikan solusi dan strategi penanggulangan bagi pedagang kaki
lima ini agar dapat menghirup udara segar tanpa diburu rasa ketidaktenangan
karena penggusuran.
Sama seperti yang dilakukan oleh pemerintah Singapura
terhadap pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima ini
terbukti efektif dan terkordinir. Singapura diakui sebagai negara yang bersih
dan jauh dari pedagang kaki lima liar. Pedangan kaki lima di sana mendapat
perhatian khusus dari pemerintahnya dan sangat terkoordinasi.
Hal ini menunjukan tidak ada sulit untuk menuntaskan
persoalan pedagang kaki lima ini jika pemerintah serius menanganinya.
Strategi pemberdayaan dan penanggulangannya:
Pemerintah pusat atau pun pemerintah kota setempat melakukan
suatu koordinasi dan kerjasama dalam membuat atau merumuskan suatu kebijakan
pemberdayaan dan penanggulangan pedagang kaki lima. Artinya ada aturan dan
langkah-langkah yang ditempuh sehingga dapat terealisasi.
Pertama, pemerintah melakukan pendataan terhadap para
pedagang kaki lima. Misalnya kota Jakarta, pemerintah kotanya yang melakukan
pendataan langsung hingga persoalan-persoalan yang dihadapi oleh para PKL ini.
Setelah dilakukan pendataan maka langkah selanjutnya pemerintah kota tersebut
bersinergis dengan pemerintah pusat melakukan pengelompokkan-pengelompokkan untuk
dibina dan diberi pelatihan dan pembelajaran dalam ilmu-ilmu pengelolaan barang
dagangan.
Kedua, setelah pengelompokkan selesai maka pemerintah
bekerjasama dengan pihak-pihak transmigrasi untuk menyebarkan para pedagang
kaki lima ini ke daerah-daerah yang jarang penduduknya. Dengan bekal pelatihan
dan bimbingan selama di pembinaan, para pedagang kaki lima bisa mampu survive
tanpa menumpuk di Jakarta atau di kota-kota besar yang sudah padat penduduknya.
Ketiga, pemerintah juga membuat anggaran untuk melakukan
pembinaan ini di mana para pedagang kaki lima ini di modali sesuai dengan
standar yang diberikan oleh pemerintah sendiri.
Dengan demikian para PKL bisa ditertibkan dan mendapat
penghidupan yang layak serta hak yang sama untuk hidup dan sejahtera.
Bab IV
Penutup
4.1. Kesimpulan
Demokrasi adalah pemerintah oleh semua dan untuk kepentingan
semua. Semua warganegara termasuk kaum miskin, kaum minoritas, pedagang kaki
lima, yang cacat sekalipun memiliki hak dan martabat yang sama terhadap
jalannya sebuah negara demokrasi.
Pemberlakuan keadilan yang sama dan merata bagi seluruh
warga negara menjadi suatu amanat agung yang harus dijalankan oleh pemerintah
yang bertindak sebagai penyelenggara negara.
Rakyat mengendalikan negara menjadi otoritas dan kedaulatan tertinggi
yang dimiliki oleh setiap manusia demokrasi, sehingga tidak ada alasan mendapat
perlakukan irasional termasuk dari pemerintahnya sendiri.
Oleh karena itu pemerintah bertanggung jawab atas
kesejahteraan dan kehidupan yang layak terhadap para pedagang kaki lima serta
menjadi benteng bagi persoalan-persoalan yang meraka hadapi dengan memberikan
solusi-solusi konkret bukan hanya bualan dan janji-janji semata.
4.2. Saran
Pemerintah seharusnya lebih peka terhadap
persoalan-persoalan yang dihadapi warga negaranya, khususnya persoalan hidup
dan penghidupan yang layak dan terjamin keamanannya.
Pemerintah diharapkan memberi perhatian khusus terhadap para
pedagang kaki lima guna memenuhi tanggung jawab dan hak mereka seperti yang
diatur dalam undang-undang dasar.
Pemerintah sebaiknya bekerjasama dengan pihak-pihak terkait
dalam melaksanakan pemberdayaan dan strategi penanggulangan pedagang kaki lima
ini untuk dibina dan diberdayakan.
Daftar Pustaka
Budiarjo, Miriam, 2008, Dasar-Dasar Ilmu Politik,
Jakarta, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Panjaitan, Merphin, 2011, Logika Demokrasi:Rakyat
Mengendalikan Negara, Jakarta, Penerbit Permata Aksara.
Suhelmi, Ahmad, 2001, Pemikiran Politik Barat,
Jakarta, Penerbit PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.
Republik Indonesia,
-
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
-
Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat 2 tentang Warga Negara dan Pendudukan
-
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28A tentang Hak Asasi Manusia
- Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, (Jakarta, Gramedia, 2001), halm.295
- Merphin Panjaitan, Logika Demokrasi:Rakyat Mengendalikan Negara, (Jakarta, Gramedia, 2010)halm.2
- Prof.Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama,Jakarta 2008;Hal.54
0 comments:
Post a Comment